Jumat, 30 Agustus 2013

Ini Jawaban Ahok Kalau Anak Istrinya Dibunuh ( Ucapan ini tertangkap dalam video Pemprov DKI tayangan 31 Juli 2013 )

by: http://politik.kompasiana.com/2013/08/24/ini-jawaban-ahok-kalau-anak-istrinya-dibunuh-586765.html
“Anak saya masih kecil umur 7 tahun…Saya siap kalau memang harus meninggalkan dunia ini lebih cepat ya sudah. Lalu bagaimana kalau anakku dibunuh diculik….istri diculik dibunuh. Kalau memang Tuhan ijinkan silahkan.”
Ucapan ini tertangkap dalam video Pemprov DKI tayangan 31 Juli 2013 bertema Gub Bpk Jokowi & Wagub Bpk Basuki T. Purnama Rapat Penanggulangan Kemacetan. Ucapan ini dapat ditemukan di menit ke 50:17 video.
Ada banyak ucapan-ucapan seru Ahok yang diliput di media massa. Namun sayang ucapan ini adalah salah satu yang “miss” dari peredaran berita. Padahal inilah statement yang paling ditunggu-tunggu, mungkin bukan hanya oleh saya…tapi juga oleh rakyat Jakarta maupun kubu Pro & Kontra Ahok.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2_8nv8aIIuidIHQpP_j4vSBDDTYCxfGCFK3PvAFwJuvB7GFltym1nZCUCTlLoS34ZCfC_apnUXWR5nZDd14JtLp9C-shsp2ByAaWgouBObUrDTrJ3JAVUIEbya1wBzzmlf2yCWHm_vnPJ/s400/scream4fb3.jpg
Kita tahu Wagub ini tidak ada takutnya dalam berceplas-ceplos dan beraksi. Pertanyaannya sejauh mana….batas nyali pria Tionghoa ini. Ok…kita mungkin sudah pernah dengar bagaimana Ahok tegas menyebutkan bahwa ia rela mati demi konstitusi.
Tapi pernahkah Ahok berpikir efek domino dari tingkah lakunya? Apa Ahok siap bila orang-orang yang dikasihinya, yang tidak ada sangkut paut dengan aksinya….menjadi korban apalagi sampai harus dibunuh?
Doktrin Jihad ala Ahok
Kalimat yang diucapkan Ahok menjawab sejauh mana ia siap kehilangan dalam menghadapi semua pihak yang tidak nyaman dengan kehadirannya. Sebagai manusia, memiliki rasa takut itu natural. Bahkan ormas agama yang gemar berteriak “mati syahid” dapat lari tunggang langgang melawan kekuatan yang lebih agresif seperti yang terjadi di Kendal.
Banyak orang berteriak bahwa mereka menyerahkan rasa takutnya dalam Tuhan, namun sebenarnya mereka tidak pernah merasa takut selama kuantitas jumlah dan dominasi masih aman.
Ahok jarang bicara Tuhan dan agama serta kerap disebut sekuler. Sebenarnya ia punya kesempatan untuk “me-marketing-kan” Kekristenannya ketika berhasil menyelesaikan sebuah masalah atau bila takut terlihat terang-terangan, ia dapat rajin “blusukan” ke gereja-gereja membangun fanclub fanatik religius.
Namun itu tidak pernah ia lakukan. Tidak ada seorangpun yang dapat berspekulasi sejauh mana iman dan agama seorang Ahok terlibat dalam setiap aksi dan sepak terjangnya.
Sekarang publik dapat melihat. Ahok yang selama ini terlihat jagoan dan penuh optimisme…seolah terlihat pasrah dan tak berdaya menghadapi kemungkinan terburuk atas konsekuensi perbuatannya. Untuk kali pertama ia berkata bahwa semuanya ia serahkan pada Tuhan.
Kata “serahkan pada Tuhan” ini mungkin menjadi core sentral dari paradigma religi seorang Ahok. Ia sadar ada beberapa hal yang tak bisa ia kontrol dan ia perangi. Dengan menyerahkan segala ketidakmampuannya mengontrol takdir pada Tuhan, maka Ahok bisa melayang ringan bebas bagaikan ilmu kungfu Dewa Mabuk yang dengan lunglai namun mematikan serta terjaga fokusnya pada apa yang ia kerjakan.
Puluhan tahun lamanya, pejabat politik cuek dan justru mempermainkan dan melecehkan konstitusi dengan memperkaya diri lewat korupsi. Namun seorang pria yang “konon katanya” orang Cina alias orang asing…rela mati demi hukum konstitusi negara, tempat yang seharusnya bukan asal nenek moyangnya. Sebagai tambahan….pria ini juga merelakan bila anak istrinya terbunuh dalam proses “jihad” menegakkan konstitusi.
Mungkin ada benarnya bila Haji Lulung meminta Ahok butuh memeriksa kejiwaannya. Orang miskin dan tidak memiliki apa-apa, masih masuk akal bila direkrut menjadi pengantin bom bunuh diri. Namun orang yang memiliki keluarga dan harta yang berada, mengambil risiko untuk kehilangan segalanya pantas disebut orang gila.
Ironis, orang-orang gila dan berani mati seperti ini yang dibutuhkan bangsa. Harusnya tidak hanya Presiden yang butuh Paspampres. Tapi apabila rakyat Jakarta masing ingin menyaksikan Wagub DKI untuk durasi yang lebih lama…sepertinya kita butuh Paspamwagub.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar